DAMPAK GLOBAL WARMING DAN PERAN MANUSIA DALAM MELESTARIKAN
LINGKUNGANNYA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Pada dasarnya manusia
sudah mengalami perkembangan dalam setiap waktunya. Peradaban manusia ini telah
mengalami kemajuan sampai sekarang. Selama perkembangan itu, manusia menjalani
kehidupan bergantung pada pertanian. Dan individu pada waktu itu melestarikan
lingkungannya untuk mempertahankan kelansungan hidup. Tapi, dunia pertanian pun
semakin mengalami kemunduran secara perlahan-lahan. Kehidupan manusia pun
mengalami perubahan, terutama dalam interaksi manusia dengan lingkungannya.
Dan pada saat ini bumi
sudah mulai mengalami kerusakan-kerusakan yang pada dasarnya akibat ulah
manusia itu sendiri. Padahal lingkungan itu sangat mempengaruhi kehidupan
organisme yang ada di dalamnya. Berbagai aktivitas manusia dalam memanfaatkan
lingkungan telah memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan.
masalah
Global Warming sebagai masalah lingkugan yang sedang dihadipi oleh manusia
secara Kerusakan
lingkungan bumi ini mengakibatkan banyak dampak negatifnya. Dampak negatif ini
adalah mengakibatkan pemanasan global (global
warming). Sebagian besar masyarakat dunia, khususnya di Indonesia, tentu telah
merasakan perubahan suhu dan cuaca yang terjadi sejak dua puluh tahun
terakhir.Kekhawatiran terhadap perubahan iklim secara ekstrim telah disadari
menjadi permasalahan penting yang harus segera dituntaskan oleh negara-negara
di dunia.
Pemanasan
global sudah dirasakan pengaruhnya terutama adanya kenaikan suhu bumi.Salah
satu penyebab munculnya pemanasan global ini adalah penurunan tutupan lahan
akibat penggundulan hutan baik oleh masyarakat maupun pelaku agribisnis
perkebunan yang tidak mengindahkan peraturan yang ada.
Berdasarkan al-Qur’an
surat Ar-Rum adalah Yang pada dasarnya kerusakan yang terjadi baik di darat
maupun di laut disebabkan oleh tangan manusia, bukan disebabkan oleh faktor
lain. Dan akhirnya mereka juga yang merasakan akibat dari perbuatan mereka
sendiri. Padahal
agama pada umumnya telah khususnya mengajarkan kepada para penganutnya
bagaimana harus bersikap terhadap segala hal di sekeliling kita, termasuk
lingkungan, seperti, antara lain; berlaku adil, berterima-kasih, tidak
berlebih-lebihan, menjaga kebersihan dan bertanggung jawab merupakan suatu
bentuk aplikasi dari rasa syukur manusia kepada Allah, yang telah memberikan
berbagai nikmat dan kurnia yang tak terhingga banyaknya kepada manusia.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Rumusan masalah dari makalah ini
adalah
1.
Apakah
yang dimaksud dengan global warming ?
2.
Bagaimana
permasalahanya lingkungan?
3.
Apa
saja penyebab-penyebab yang mengakibatkan global warming?apa penyebab terbesarnya
?
4.
Bagaimana
pengukuran global warming dan model iklimnya ?
5.
Apa
dampak dari global warming?
6.
Apa
saja efek dari rumah kaca bagi lingkungan dan kesehatan?
7.
Upaya
apa yang harus dilakukan manusia mengatasi dampak-dampak dari global warming?
8.
Bagaimana
sudut pandang agama terhadap kerusakan-kerusakan lingkugan yang merupakan ulah
manusia?
9.
Bagaimana
peran manusia seharusnya dalam pemeliharaan lingkungan?
C.
TUJUAN
Tujuan dari makalah ini
adalah:
1.
Memahami
dan mengetahui apa itu global warming dan sejauh mana pemanasan global ini
terjadi
2.
Dapat
mengetahui penyebab pasti global warming.
3.
Mengetahui
penyebab-penyebab rusaknya lingkungan yang mengakibatkan global warming,
sehingga manusia bisa menjaga lingkungan agar tidak terjadi kerusakan lagi.
4.
Memahami
bagaimana keadaan lingkungan yang seimbang, sehingga manusia bisa menciptakan
lingkungan yang seimbang.
5.
Agar
manusia memahami dan sadar bahwa kerusakan lingkugan yang terjadi dikarenakan
olehnya.
6.
Dengan
adanya manusia yang memahami ilmu agama,di harapkan manusia akan sadar dan
bertanggung jawab terhadap lingkungan dan juga menjaga melestarikan kelestarian lingkugan hidupnya.
D.
Manfaat
Manfaatnya adalah :
1.
Manusia dapat memahami dan sadar akan bahayanya dampak
global warming bagi dirinya dan lingkungan.
BAB II
PEMBAHASAN
I.
Pengertian global warming
Global Warming secara
harfiah diterjemahkan sebagai pemanasan Global. Pada kenyataannya, pemanasan
Global merupakan peningkatan suhu bumi secara bertahap sebagai akibat dari
peningkatan konsentrasi gas efek rumah kaca dalam lapisan luar atmosfir. Perubahan cuaca secara
ekstrim terjadi akibat dampak pemanasan global yang lebih disebabkan faktor
peningkatan emisi karbon akibat pembakaran bahan bakar fosil, menimbulkan
kecenderungan terhadap efek gas rumah kaca. Kenapa hal itu bisa terjadi? Hal ini
bisa terjadi ,karena ketika bumi meradiasikan kembali energi yang
diterimanya ke luar angkasa, sebagian dari energi matahari yang masuk ke bumi,
terperangkap dalam permukaan bumi akibat terhalang oleh gas-gas dalam atmosfir
seperti uap air dan karbon dioksida.
jadi, Pemanasan global
adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan
Bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama
seratus tahun terakhir. Menurut Intergovernmental
Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar
peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan
besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat
aktivitas manusia melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah
dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua
akademi sains nasional dari negara-negara G8.
pemanasan dan kenaikan
muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun
walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya
kapasitas panas dari lautan.
Meningkatnya suhu global
diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan
air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, serta perubahan
jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah
terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis
hewan. Berdasarkan beberapa data, kenaikan suhu bumi periode 1990-2005 antara
0.15-0.13˚C, jika kondisi ini dibiarkan. Maka diprediksikan periode 2050-2070
suhu bumi akan naik pada kiraran 4,2 ˚C. Padahal Emil Salim, seorang pakar
lingkungan pernah menegaskan jika suhu bumi naik 2˚C saja maka bumi ini akan
bubar.
Beberapa
hal-hal yang masih diragukan para ilmuan adalah mengenai jumlah pemanasan yang
diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta
perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke
daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik
di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi
atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap
konsekwensi-konsekwensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di
dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada
pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.
Sebagian
besar masyarakat dunia, khususnya di Indonesia, tentu telah merasakan perubahan
suhu dan cuaca yang terjadi sejak dua puluh tahun terakhir. Kekhawatiran
terhadap perubahan iklim secara ekstrem telah disadari menjadi permasalahan
penting yang harus segera dituntaskan oleh negara-negara di dunia. Perubahan
cuaca secara ekstrim terjadi akibat dampak pemanasan global yang lebih
disebabkan faktor peningkatan emisi karbon akibat pembakaran bahan bakar fosil,
menimbulkan kecenderungan terhadap efek gas rumah kaca. Negara-negara
industri maju dan berkembang, dituntut untuk melakukan aksi nyata pengurangan
emisi karbon dan kecenderungan peningkatan efek rumah kaca.
Protokol Kyoto merupakan sebuah persetujuan internasional mengenai pemanasan
global. Negara-negara yang menyetujui untuk menerapkannya, dituntut berkomitmen
untuk mengurangi emisi atau pengeluaran karbon dioksida dan lima gas rumah kaca
lainnya, atau bekerja sama dalam perdagangan emisi yang telah dikaitkan dengan
pemanasan global. Melalui Protokol Kyoto diprediksi akan mengurangi rata-rata
cuaca global antara 0,02 derajat celcius dan 0,28 derajat celcius pada tahun
2050. Di Indonesia , pemerintah Indonesia menargetkan hingga 2020 penurunan gas
karbon dan emisi gas rumah kaca dapat mencapai 26 persen, guna menanggulangi
penyebab kerusakan Ozon.
II.
Permasalahannya
pada lingkungan
Mengingat bahwa Manusia
tergantung pada lingkugan, baik secara lansung maupun secara tidak lansung.
Dalam melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya , baik secara
sengaja maupun tidak manusia telah mengganggu keseimbangan lingkungan dan
menyebabkan perubahan lingkungan. Perubahan lingkungan sangat besar akan
berpengaruh terhadap kehidupan makhluk hidup di dalamnya, yaitu Terganggunya
sistem keseimbangan lingkungan dapat pula ditandai dengan putusnya rantai
makanan dan jaring-jaring makanan yang sebelumnya terbentuk dengan dinamis.
Manusia lupa akan fungsi keberadaan lingkungan bagi dirinya . Hal yang disebabkan oleh tindakan manusia, kegiatan
industri, khususnya CO2 dan chlorofluorocarbon. Yang pertama adalah karbon
dioksida, yang umumnya dihasilkan oleh penggunaan batubara, minyak bumi, gas
dan penggundulan hutan serta pembakaran hutan. Asam nitrat dihasilkan oleh
kendaraan dan emisi industri, sedangkan emisi metan disebabkan oleh aktifitas
industri dan pertanian. rusaknya
lingkungan juga tidak saja berdampak pada rusak atau terganggu-nya kondisi
fisik alam, seperti antara lain; perubahan iklim yang memberikan pengaruh
negatif terhadap terjadinya bencana alam dan ketersediaan sumber daya alam,
seperti menipisnya ketersediaan air bersih, menurun-nya kualitas udara,
menurun-nya hasil perikanan, pertanian, maupun perkebunan, yang mana
kesemua-nya itu merupakan sumber utama penghasilan dan konsumsi kebanyakan masyarakat,
khususnya di Indonesia yang merupakan negara agraris.sehingga hal tersebut dapat mengancam kehidupan makhluk dan
mengakibatkan global warming pada bumi kita.
III.
PENYEBAB
GLOBAL WARMING
a. Efek rumah
kaca
Efek rumah kaca pertama
kali ditemukan oleh Joseph Fourier pada tahun 1824, merupakan sebuah proses
dimana atmosfer memanaskan sebuah planet. Perubahan cuaca secara ekstrim terjadi
akibat dampak pemanasan global yang lebih disebabkan faktor peningkatan emisi
karbon akibat pembakaran bahan bakar fosil, menimbulkan kecenderungan terhadap
efek gas rumah kaca. Rumah kaca
atau sering dengan istilah green house
effect. Istilah itu berasal dari pengalaman
para petani yang tinggal di daerah beriklim sedang, yang memanfaatkan rumah
kaca untuk menanam sayuran dan juga bunga-bungaan.Mengapa para petani menanam
sayuran di dalam rumah kaca? Karena di dalam rumah kaca suhunya lebih tinggi
dari pada di luar rumah kaca.
Suhu di dalam rumah kaca bisa lebih tinggi,
karena cahaya matahari yang menembus kaca akan dipantulkan kembali oleh
benda-benda di dalam rumah kaca sebagai gelombang panas yang terperangkap dan
tidak bercampur dengan udara dingin di luar ruangan.
"Dari
pengalaman para petani itulah dikaitkan dengan apa yang terjadi pada bumi dan
atmosfir, sehingga muncullah istilah efek rumah kaca," katanya.
GHE
merupakan kasus dunia, sehingga penduduk dunialah yang pasti akan merasakannya.
GHE terjadi karena terbentuknya selubung gas di atmosfer, terutama gas karbon
dioksida,yang menyelimuti bumi. sebagai akibat
terganggunya komposisi gas-gas rumah kaca (GRK) utama, seperti karbon dioksida
(CO2), metana (CH4), oksida nitrogen (NO dan NO2),
hydrofluorocarbons (HFCs), perfluorocarbons (PFCs), oksidasi belerang (SO2
dan SO3), dan sulphur hexafluoride (SF6) di atmosfer.
Gas-gas ini memiliki dampak, misalnya CO2 memberikan dampak apabila
terjadi peningkatan kadar CO2 di udara yang mengakibatkan
peningkatan suhu permukaan bumi, gas NO dan NO2 ini merupakan
pencemaran udara yang menimbulkan kabut asap, gas SO2 dan NOx merupakan
polutan utama penyebab hujan asam.
Segala
sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar
energi tersebut dalam bentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak.
Ketika energi ini mengenai permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas
yang menghangatkan Bumi.
Permukaan
Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian
dari panas ini sebagai radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar.
Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya
jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang
menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan
kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut
akan tersimpan di permukaan Bumi. Hal tersebut terjadi berulang-ulang dan
mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Sebenarnya, efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan
oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan
menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi
sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dengan efek rumah kaca (tanpanya
suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi). Akan
tetapi sebaliknya, akibat jumlah gas-gas tersebut telah berlebih di atmosfer,
pemanasan global menjadi akibatnya.
Pencemaran juga mengubah struktur
atmosfer bumi sehingga membuka celah masuknya bahaya radiasi matahari(UV). Dan
pada waktu yang bersamaan, keadaan udara yang tercemar merupakan fungsi
insulator yang mencegah aliran panas kembali ke ruang angkasa, dengan demikian
mengakibatkan peningkatan suhu bumi. Proses ini juga yang dikenal sebagai green
house effect.
Pencemaran udara = masuknya atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke
dalam atmosfer yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan,
ganguan pada kesehatan manusia serta secara umum menurunkan kualitas
lingkungan.penyebab utama pencemaran udara adalah banyaknya gas buangan
industri dan asap kendaraan. Selain itu gejala ini secara akumulatif juga
terjadi diluar ruang (outdoor pollution) mulai dari tingkat lingkungan rumah,
perkotaan, hingga ke tingkat regional, bahkan saat ini sudah menjadi gejala
global.
Selain
itu, meningkatnya suhu bumi dikhawatirkan akan menyebabkan mencairnya es di
daerah kutub. Tentunya akan menambahnya volume air dilautan yang akan
mengurangi luas permukaan bumi. Selain itu, GHE ini merupakan penyebab utama
terjadinya global warming dibumi.
b. Efek Umpan
balik
Efek-efek
dari agen penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan
balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus
pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada
awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena
uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan
menambah jumlah uap air di udara hingga tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi
uap air.
Umpan balik
ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang
di atmosfer. Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan
cahaya (albedo) oleh es. Hal ini akan menambah pemanasan dan
menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, dan menjadi suatu siklus yang
berkelanjutan. Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari
melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi
terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga
menimbulkan umpan balik positif. Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga
akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat
nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada
fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.
IV.
Mengukur Pemanasan
Global
Hasil pengukuran konsentrasi CO2 di Mauna Loa
Pada
awal 1896, para ilmuan beranggapan bahwa membakar bahan bakar fosil akan
mengubah komposisi atmosfer dan dapat meningkatkan temperatur rata-rata global.
Hipotesis ini dikonfirmasi tahun 1957 ketika para peneliti yang bekerja pada
program penelitian global yaitu International Geophysical Year, mengambil
sampel atmosfer dari puncak gunung Mauna Loa di Hawai. Hasil pengukurannya
menunjukkan terjadi peningkatan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer.
Setelah itu, komposisi dari atmosfer terus diukur dengan cermat.
Data-data
yang dikumpulkan menunjukkan bahwa memang terjadi peningkatan konsentrasi dari
gas-gas rumah kaca di atmosfer. Para ilmuan juga telah lama menduga bahwa iklim
global semakin menghangat, tetapi mereka tidak mampu memberikan bukti-bukti
yang tepat. Temperatur terus bervariasi dari waktu ke waktu dan dari lokasi
yang satu ke lokasi lainnya. Perlu bertahun-tahun pengamatan iklim untuk
memperoleh data-data yang menunjukkan suatu kecenderungan (trend) yang jelas.
Catatan pada akhir 1980-an agak memperlihatkan kecenderungan penghangatan ini,
akan tetapi data statistik ini hanya sedikit dan tidak dapat dipercaya.
Stasiun cuaca pada awalnya, terletak
dekat dengan daerah perkotaan sehingga pengukuran temperatur akan dipengaruhi
oleh panas yang dipancarkan oleh bangunan dan kendaraan dan juga panas yang
disimpan oleh material bangunan dan jalan. Sejak 1957, data-data diperoleh dari
stasiun cuaca yang terpercaya (terletak jauh dari perkotaan), serta dari
satelit. Data-data ini memberikan pengukuran yang lebih akurat, terutama pada
70 persen permukaan planet yang tertutup lautan. Data-data yang lebih akurat
ini menunjukkan bahwa kecenderungan menghangatnya permukaan Bumi benar-benar
terjadi. Jika dilihat pada akhir abad ke-20, tercatat bahwa sepuluh tahun terhangat
selama seratus tahun terakhir terjadi setelah tahun 1980, dan tiga tahun
terpanas terjadi setelah tahun 1990, dengan 1998 menjadi yang paling panas.
Dalam
laporan yang dikeluarkannya tahun 2001, Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC) menyimpulkan bahwa temperatur udara global telah meningkat 0,6
derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit) sejak 1861. Panel setuju bahwa pemanasan
tersebut terutama disebabkan oleh aktifitas manusia yang menambah gas-gas rumah
kaca ke atmosfer. IPCC memprediksi peningkatan temperatur rata-rata global akan
meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.
Akibatnya, akan terjadi perubahan
iklim secara dramatis. Walaupun sebenarnya peristiwa perubahan iklim ini telah
terjadi beberapa kali sepanjang sejarah Bumi, manusia akan menghadapi masalah
ini dengan resiko populasi yang sangat besar.
V.
Model iklim
Prakiraan peningkatan temperature terhadap beberapa
skenario kestabilan (pita berwarna) berdasarkan Laporan Pandangan IPCC ke Empat.
Garis hitam menunjukkan prakiraan terbaik; garis merah dan biru menunjukkan
batas-batas kemungkinan yang dapat terjadi. Perhitungan pemanasan global pada
tahun 2001 dari beberapa model iklim berdasarkan scenario SRES A2, yang
mengasumsikan tidak ada tindakan yang dilakukan untuk mengurangi emisi. Para
ilmuan telah mempelajari pemanasan global berdasarkan model-model computer
berdasarkan prinsip-prinsip dasar dinamikan fluida, transfer radiasi, dan
proses-proses lainya, dengan beberapa penyederhanaan disebabkan keterbatasan
kemampuan komputer.
Model-model ini memprediksikan bahwa penambahan
gas-gas rumah kaca berefek pada iklim yang lebih hangat. Walaupun digunakan
asumsi-asumsi yang sama terhadap konsentrasi gas rumah kaca di masa depan,
sensitivitas iklimnya masih akan berada pada suatu rentang tertentu. Sebagian
besar model-model iklim, ketika menghitung iklim di masa depan, dilakukan
berdasarkan skenario-skenario gas rumah kaca, biasanya dari Laporan Khusus
terhadap Skenario Emisi (Special Report on Emissions Scenarios / SRES) IPCC.
Yang jarang dilakukan, model menghitung dengan menambahkan simulasi terhadap
siklus karbon; yang biasanya menghasilkan umpan balik yang positif, walaupun
responnya masih belum pasti (untuk skenario A2 SRES, respon bervariasi antara
penambahan 20 dan 200 ppm CO2).
Beberapa
studi-studi juga menunjukkan beberapa umpan balik positif. Pengaruh awan juga
merupakan salah satu sumber yang menimbulkan ketidakpastian terhadap
model-model yang dihasilkan saat ini, walaupun sekarang telah ada kemajuan
dalam menyelesaikan masalah ini.
VI.
Dampak
global warming
Para
ilmuan menggunakan model komputer dari temperatur, pola presipitasi, dan
sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model
tersebut, para ilmuan telah membuat beberapa prakiraan mengenai dampak
pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian,
kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia.
Ø Cuaca
Para
ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan
Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di
Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan
lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang
sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada
pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit
serta akan lebih cepat mencair.
Musim
tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan
malam hari akan cenderung untuk meningkat. Daerah hangat akan menjadi lebih
lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum
begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan
pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas
rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada
atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang
lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa
luar, di mana hal ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air).
Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah
hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit
pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam
seratus tahun terakhir ini). Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air
akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi
lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin
dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya
dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang
terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca
menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.
Ø Tinggi
muka laut
Perubahan
tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil
secara geologi. Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan
menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan
laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar
Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di
seluruh dunia telah meningkat 10 - 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan
para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 - 88 cm (4 - 35 inchi)
pada abad ke-21. Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan
di daerah pantai.
Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan
6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau.
Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan
mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan.
Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi
daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan
evakuasi dari daerah pantai. Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan
sangat mempengaruhi ekosistem pantai.
Tetapi,
tidak di negara tersebut. Ketinggian 90 cm sudah menenggelamkan pulau Indonesia
, banyak pulau indonesia yang sudah tenggelam sehingga pulau indonesia tinggal
sekitar 17.480 dari 17.504 pulau.
Kenaikan
50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika
Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan
daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar
dari Florida Everglades. Pemanasan di Greenland Greenland mengalami pencairan
salju pada ketinggian yang lebih tinggi dibanding ketinggian rata-rata selama
tahun tahun yang lalu. Hasil pengamatan harian menunjukkan mencairnya salju di
lapisan es Greenland mengalami peningkatan setiap harinya.
pengawasan
pelelehan saju di lapisan es Greenland secara harian dilakukan dengan Special
Sensor Microwave Imaging radiometer (SSM/I) yang berada di pesawat ruang
angkasa Defense Meteorological Satellite Program. Sensornya akan mengukur sinyal
yang dipancarkan lapisan es dan mendeteksi lelehan salju yang terjadi lebih
dari 10 hari lebih lama dari rata-rata yang terjadi pada area tertentu di
Greenland. Dengan adanya hasil pengamatan satelit secara periodik memberikan
data dan informasi yang akan membantu para peneliti untuk mengetahui kecepatan
pelelehan es dan banyaknya air dari salju yang mencair dan bergabung dengan
lautan disekitarnya, Fenomena ini akan mempercepat terjadinya pemanasan global.
Ø Es
Kutub Utara Mencair Lebih Cepat
Lapisan
es di Kutub Utara terus mencair lebih cepat dari sebelumnya akibat pengaruh
pemanasan global.
Ø Terganggunya fungsi
hutan
Terganggunya
fungsi hutan dalam menyerap partikel bebas seperti CO2 di udara.
Sehingga senyawa tersebut tidak tersaring dan mencemari lingkungan serta
merusak atmosfer bumi.
Ø Pertanian
Orang
mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak
makanan dari sebelumnya, maka dari itu
banyak para petani yang menggunakan rumah kaca agar bisa mengangatkan
tanamana bagi di daerah iklim sedang.
Ø Hewan dan tumbuhan
Hewan dan
tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini
karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global,
hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan.
Ø Kesehatan manusia
Perubahan
cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Perubahan cuaca yang
ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara
dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam
(banjir, badai dan kebakaran) dan kematian akibat trauma. dampak pada
penyebaran penyakit melalui air (Waterborne diseases) maupun penyebaran
penyakit melalui vektor (vector-borne diseases). Seperti meningkatnya kejadian
Demam Berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini
berkembang biak.
Dengan
adamya perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies vektor penyakit (eq Aedes
Agipty), Virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat
tertentu yang target nya adala organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi
kan bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun
punah dikarenakan perbuhan ekosistem yang ekstreem ini. Dampak Photochemical
Smog pada kesehatan adalah : asma,
bronkitis, dan penyakit infeksi pernapasan lainnya, Menurunkan
kinerja dan fungsi paru-paru, Rusaknya jaringan lunak pada paru-paru.
VII.
AKIBAT DARI
GLOBAL WARMING
Gurun pasir menjadi
padang rumput
Ilmuwan melihat tanda-tanda bahwa
gurun Sahara dan daerah sekitarnya menjadi semakin hijau karena meningkatnya
curah hujan. Jika berkelanjutan, hujan ini bisa merevitalisasi daerah dilanda
kekeringan, reklamasi mereka untuk pertanian masyarakat.
2000 pulau
indonesia terancam tenggelam
Setidaknya 2.000 pulau-pulau kecil
di seluruh kepulauan Indonesia dapat menghilang pada tahun 2030 sebagai akibat
dari penambangan yang berlebihan dan lain kegiatan yang merusak lingkungan.
Indonesia telah kehilangan 24 dari yang lebih dari 17.500 pulau.
Terumbu
karang The Great Barrier Reef akan hilang 20 tahun kemudian
The Great Barrier Reef akan sangat rusak oleh
pemanasan air yang akan dikenali dalam waktu 20 tahun. Charlie Veron, mantan
kepala ilmuwan dari Australian Institute of Marine Science, kepada The Times:
“Tidak ada jalan keluar, tidak ada celah. Great Barrier Reef akan selesai dalam
waktu 20 tahun atau lebih. “Begitu karbon dioksida telah menghantam tingkat
untuk memperkirakan antara 2030 dan 2060, maka semua terumbu karang punah.
Hujan Asam
Hujan asam
dan asidifikasi air bersih sudah di alami lebih dari 20 tahun, jadi masalah ini
bukan masalah yang baru. Polutan utama
adalah gas
SO2 dan NOx. Air hujan asam ini tidak terkontaminasi,
tingkat keasaman PH hujan asam memiliki PH=5,6. Sedangkan larutan yang bersifat
netral mempunyai PH=7 , jadi larutan
yang bersifat asam mempunyai PH<7. Hujan asam terjadi sebagai akibat
pertemuan antara polutan gas SO2,SO3, NO2, dan HNO3 dengan butir-butir air.
Semua unsur polutan ini merupakan ahsil proses pembakaran bensin ataupun solar, baik dari pabrik maupun dari
perusahaan. Dampak dari hujan asam ini sangat merugikan, baik bagi kesehatan
maupun barang-barang yang ada disekitarnya.
Hasil study
doktor Edward Edney dari badan lingkungan hidup AS menyimpulkan adanya
pengaruh buruk dari hujan asam terhadap bodi kendaraan bila ada unsur sulfur
menempel pada bodi mobil, maka
terjadinya korosi yang tak terhindarkan lagi dan penyebaran cepat pada kulit
seperti kanker.
Lapisan ozon menipis
Lapisan
ozon terletak di stratosfer dengan jarak 20-40 km di atas permukaan bumi. Ozon
merupakan suatu lapisan yang melindungi bumi dari radiasi sinar UV yang
berenergi tinggi dan sifatnya merusak. Penggunaan Chlorofluorocarbon(CFC)
secara besar-besaran antara lain pendingin (lemari es dan AC) sebagai aerosol,
pembersih dan bahan pembuat busa. Maka dari itu, semakin menipisnya ozon maka
dapat mengakibatkan peningkatan infeksi
seiring dengan menurunnya kekebalan tubuh, kanker kulit, penyakit
katarak mata, juga masalah kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan yang
dimaksud meliputi putusnya rantai makanan pada ekosistem air laut sampai
menurunnya produktivitas tanaman, selain kerusakan material pada bangunan dan
benda-benda yang teradiasi oleh matahari.
VIII.
Langkah-langkah
yang dilakukan untuk mengatasi global warming
Cara mengatasi global warming adalah
membatasi emisi emisi karbon dioksida dan menyembunyikan/menyerap karbon
dioksida agar tidak memasuki atmosfer. Adapun cara yang efektif yang dapat
mengurangi atau mengendalikan global
warming adalah sebagai berikut :
1. Batasi Penggunanaan kertas
Tanamkan di pikiran anda kuat-kuat, bahwa setiap anda
menggunakan selembar kertas maka anda telah menebang sebatang pohon. Oleh
karena itu gunakan kertas se-efektif mungkin misalnya dengan mencetak print out
bolak-balik pada setiap kertas. Bila anda nge-print sesuatu yang tidak terlalu
penting, gunakanlah kertas bekas yang dibaliknya masih kosong.
2. Ganti bola lampu.
Segera ganti bola lampu pijar anda dengan lampu neon.
Lampu neon ini membutuhkan energi yang lebih sedikit dibanding lampu pijar.
Ingat setiap daya daya listrik yang anda pakai maka anda turut serta
menghabiskan sumber daya energi listrik yang kebanyakan berbahan bakar fosil.
Bahan bakar fosil adalah bahan bakar tak terbarukan, dan dalam jangka sepuluh
tahun ke depan mungkin bahan bakar jenis ini akan habis.
3. Buka jendela lebar-lebar
Di Amerika , sebagian besar dari 22,7 ton emisi CO2
berasal dari rumah. Kebanyakan emisi atau gas buang tersebut berasal dari AC,
kulkas, kompor gas atau refrigerator. Unutk meminimalkannya ketika dapat
mengatur termostat AC dengan suhu udara di luar ruangan. Kemudian bukalah
jendela lebar-lebar karena sirkulasi udara yang terjebak dapat mengkonsumsi
energi.
4. Gunakan pupuk organik.
Pupuk yang digunakan kebanyakan petani mengandung
unsur nitrogen, yang kemudian berubah menjadi N2O yang menimbulkan
efek GRK (Gas Rumah Kaca) 320 kali lebih besar dari pada CO2. Jika
anda hobi berkebun gunakanlah pupuk organik. Disamping aman, murah pula.